Nahyez613 -- Nahyazeefa D'Mayla pada Sabtu malam (16/10) kemaren kembali mengundang kaum Muslimah untuk ikut belajar bersama mendalami materi seputar Haid. Kajian Fiqih bertajuk, "Haid dalam Pandangan Empat Madzhab" ini diisi langsung oleh Ustadzah Nur Yorda Faizah Lc.
Acara yang diadakan oleh alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putri tahun
2005 itu pun turut diramaikan dengan kehadiran para peserta akhwat baik alumni
maupun non alumni Gontor Putri. Dimulai sekitar pukul 19.00 WIB dan dimoderatori
oleh Ustadzah Fathul Jannah MPdI, alumnus Gontor Putri tahun 2005.
Dalam pemaparannya, Ustadzah Yorda menerangkan bahwa darah yang keluar dari
rahim perempuan terbagi menjadi tiga golongan. “Pertama, haid darah kebiasaan
perempuan, kedua darah nifas (darah yang keluar setelah melahirkan), dan ketiga
darah istihadhah yaitu darah penyakit,” jelasnya.
Pemateri pun menambahkan bahwa hukum belajar ilmu haid adalah fardhu 'ain bagi perempuan. Alasannya karena perempuanlah yang mengalami masa haid
tersebut. Sehingga penting baginya untuk mengetahui seluk-beluk perihal masalah
haid ini.
Sedangkan bagi laki-laki, maka hukum belajar ilmu haid ini adalah fardhu kifayah. Alasannya dikarenakan laki-laki nantinya berkewajiban memberi pengetahuan, mengingatkan perempuan yang ada di lingkungannya terkait ilmu haid tersebut.
“Maka wanita wajib menuntut ilmu terkait haid ini dan laki-laki tidak
boleh melarang wanita untuk mempelajarinya,” tegas alumnus Strata Satu
Universitas Al-Azhar Kairo itu.
Ustadzah Yorda lalu melanjutkan bahwa haid menurut bahasa adalah sesuatu
yang mengalir atau darah yang keluar dari rahim yang mana darah haid ini
memiliki ciri-ciri yang khusus dan di waktu tertentu. Selain membahas definisi
haid, sang ustadzah juga ikut menerangkan beberapa hal penting lainnya
diantarnya tentang sifat darah haid, rukun, dan juga syarat haid.
Kepada Nahyez Menulis, Ustadzah Yorda juga menekankan bahwa Rasulullah SAW pernah
bersabda terkait batasan memperlakukan istri yang sedang haid yaitu,
“Lakukanlah sesukamu kecuali jima’ (bersetubuh).” Sehingga seorang suami boleh
melakukan perbuatan (kebaikan) apa saja kepada istrinya yang sedang haid,
kecuali jima’ (bersetubuh).
Dan dalam kajian ini turut dijabarkan terkait hikmah dibalik haid itu
sendiri. “Ada tiga hikmah disyariatkannya haid yakni wasilah makanan untuk anak
(janin), untuk kebaikan wanita itu sendiri, dan menjaga perempuan dari
penyakit,” pungkas alumnus Gontor Putri tahun 2005 itu. <Edithya Miranti>

0 Komentar