Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

TAK KEMBALI HARI YANG TELAH BERLALU



Kedudukan manusia di hadapan Allah itu sama. Tak ada perbedaan. Adapun yang membedakan di antara mereka adalah dalam urusan diin-nya (agamanya), yaitu seberapa taat mereka kepada Allah dan RasulNya. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal saleh.” (HR. Baehaqi) Al-Hafifzh Ibnu Katsir menambahkan: “Mereka berbeda di sisi Allah karena takwanya, bukan karena jumlahnya.”


Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspek. Dari segi jumlah mencapai miliaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikembangkan. Darinya pula muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan. Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita saja agar hidup kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tenteram dalam mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.

Tak pelak dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih dari itu, sombong. Sebagai contoh, orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin, orang yang punya jabatan dan kedudukan tinggi merasa lebih baik dan pantas untuk diikuti oleh yang lain.

Bahkan, kadang kala orang yang ditakdirkan Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” memaksa mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.
Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, seringkali tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah.

Padahal, dari aturan agama inilah manusia diuji oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggungjawabannya.

Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, manusia banyak yang tidak menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punyak hak” untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah. Karena minimnya ilmu syar’i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjebak ke lembah kedurhakaan dan jatuh ke lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya tidak merasa berbuat dosa, atau malah bangga dengan “amal dosa” itu, na’udzubillah.

Begitulah kehidupan manusia di dunia ini, maka dari itu prestasi manakah yang akan kita ukir?

Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, takwa, mulia!), ataukah prestasi fajirun, syaqiyun, dzalilun (ahli maksiat, celaka, hina)? Dalam hal mana? Yaitu sejauh mana kita menyikapi ajaran Allah dan RasulNya. Perhatikanlah wasiat Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya engkau adalah (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari yang berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”

Sudah berapa umur kita yang berlalu begitu saja. Sudah berapa amal taat yang telah kita kumpulkan sebagai investasi di sisi Allah. Sudah berapa pula, amal maksiat yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita (nantinya) terseret ke dalam neraka?

Ingatlah, waktu akan terus berjalan dan tidak akan kembali lagi! Jangan sampai kita sia-siakan waktu yang ada. Marilah, segera bertobat untuk ‘mengukir” dengan amal taat terhadap Allah dan Rasulnya. Karena tidaklah akan kembali hari-hari yang sudah berlalu.

Tak seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk mendekam dalam penjara. Apalagi penjara Allah yang berupa siksa api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan. Tetapi semua itu terpulang kepada kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syariat Allah, tidak mustahil kita akan mendekam di dalamnya. Na’udzu billah.

Itulah ujian Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasul SAW. “Jalan menuju surga itu penuh dengan sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) neraka itu dilingkupi sesuatu yang disukai oleh syahwat”. Semoga Allah mengumpulkan kita dalam umatNya yang terbaik dan dijauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amin. Ikhda Esmarasti

Posting Komentar

0 Komentar