Nahyez613 -- Bulan Ramadhan dipercaya sebagai bulan ibadah yang menjanjikan begitu banyak pahala jika seorang hamba dapat beribadah dengan taat dan ikhlas selama bulan Ramadhan. Ibadah yang utama pada bulan itu adalah puasa Ramadhan, tentu dengan semua ibadah wajib lainnya seperti sholat. Selain itu kegiatan atau pekerjaan yang dianggap baik, sekalipun itu adalah hal remeh, maka akan terhitung pahala jika si pelaku dalam keadaan berpuasa.
Namun ada sebagian masyarakat yang menganggap Ramadhan hanyalah rutinitas tahunan yang sudah sangat dihafal cara pengerjaanya. Histeria bulan Ramadhan hanya sebatas pada perayaan layaknya sebuah budaya saja, tanpa diimbangi dengan merenungi nilai-nilai spiritual yang ada didalamnya. Mereka hanya sibuk berbenah secara jasmani, namun tidak dengan rohani.
Kisah si Joni, lelaki ber-anak empat dengan pekerjaan tidak tetap, selalu mengeluh ketika memasuki bulan Ramadhan, bahkan keadaaanya semakin buruk di penghujung bulan Ramadhan menjelang Lebaran tiba. Mengapa demikian? Tuntutan si istri dan keempat anaknya membuat Ramadhan-nya kian suram. Ia lebih sibuk mewujudkan mimpi anak-anak dan istrinya, dibanding menyibukkan diri dengan ibadah pada bulan tersebut. Jika dihari-hari selain bulan Ramadhan ia cukup bekerja serabutan selama 10 jam untuk memberi makan anak dan istrinya, lain hal nya dengan bulan Ramadhan. Ia justru harus bekerja selama 24 jam bahkan terasa tidak cukup dalam mewujudkan keinginan sang istri guna bersolek dan memakai pakaian baru di hari nan fitri.
Fenomena ini terjadi pada sebagian besar masyarakat kita, demi menyambut 1 Syawal masyarakat rela mengorbankan Ramadhan nan agung, bulan penuh ampunan. Dalam satu bulan mulia tersebut, mendadak daftar keinginan setiap invidu atau keluarga semakin memanjang. Kita terlalu sibuk berbenah dalam urusan dunia, membeli baju baru, mengenakan sepatu baru, memperbaiki berbagai fasilitas rumah, menyiapkan aneka hidangan, tampil dengan mukena terindah, berlebihan saat sahur dan berbuka, pun daftar kunjungan ke kafe dan resto yang berbeda setiap hari-nya untuk ngabuburit telah penuh selama satu bulan.
Seketika, sebagian besar dari kita dibuat sangat sibuk dengan urusan-urusan buka bersama secara pribadi ataupun kedinasan, hingga meng-akhirkan ibadah-ibadah wajib yang seharusnya diperbanyak saat Ramadhan tiba. Rela mengantri bermeter-meter demi menikmati santapan berbuka disebuah kafe, berdesak-desakkan untuk mendapat diskon baju, sepatu, tas, jam tangan, branded saat menyambut 1 Syawwal, bahkan rela bermain-main dengan riba guna pengambilan kendaraan agar dapat berkeliling kerumah sanak saudara dengan mengendarai mobil baru.
Apa sejatinya makna bulan Ramadhan bagi sebagian besar masyarakat muslim, terutama diri kita? Tidakkah Ramadhan seharusnya menjadi bulan pengendalian diri dari segala hawa nafsu yang menguasai? Bukankah Ramadhan adalah bulan zuhud terhadap dunia dengan memperbanyak istighfar dan menyebut asma Allah SWT? Benarkah di bulan mulia ini sebagai pengukur ketaqwaan seorang hamba terhadap Rabb-nya?
اشد الجهاد جهاد الهوى # و ما اكرم المرء الا التقى
و ليس الغنى نشب فى يد # ولكن غنى النفس كل الغنى
Sebesar-besarnya jihad adalah jihad melawan hawa nafsu, dan tidak ada sesuatu-pun yang dapat membuat manusia mulia kecuali dengan ketaqwaan. Kekayaan itu bukanlah harta yang ada ditangan, melainkan kekayaan jiwa-lah yang merupakan kekayaan sesungguhnya.
Semoga nilai Ramadhan di sebagian besar masyarakat kita tidak menjadi kian usang karena tuntutan-tuntutan adat dan kebiasaan yang sejatinya hanyalah pemuas hafa nafsu bagi sebagian besar individu, hingga kita mampu menyambut Ramadhan dengan sebenar-benar ketaqwaan. Menjadikan ibadah sebagai alasan untuk sebuah tujuan didunia, bukanlah hal yang dibenarkan. Secantik dan semolek apapun kita membungkus dunia dengan kertas ibadah, itu tidak akan mampu merubah nilai-nya sebagai dunia yang hanya sebatas permainan dan sendau gurau belaka, serta tidak ada kekekalan didalamnya.Wallahu a’lam bis showab _aRieNe guZeL_

0 Komentar