Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Komedi Sang Ustad


Nahyez613 -- Aku terkejut saat terbangun dari tidurku yang entah sudah berapa lama. Beberapa detik kemudian baru kuingat bahwa tadi setelah ujian tulis jam pertama aku menghabiskan waktu istirahat untuk tidur di kamar. 

Anehnya saat terbangun suasana kamarku begitu sunyi. Aku memandang ke sekeliling dan tak menemukan satupun kawan. Suasana asrama sepi. Tak ada seorangpun kutemui. Mungkinkah sudah bel masuk dan aku terlambat masuk di jam kedua? pikirku. Panik, dengan terburu-buru aku keluar kamar memakai sepatu dan berlari secepat mungkin keluar asrama menuju kelas. 

Aku menyusuri koridor, menaiki tangga menuju lantai dua dan dalam hitungan menit aku sudah sampai di depan kelas dengan nafas tersenggal-senggal. Raut wajahku saat itu mungkin terlihat tak karuan dan bajuku kusut di sana-sini.

Assalamu alaikum”, kuucapkan salam kepada Ustadz yang berdiri diambang pintu, bermaksud memasuki ruangan. Entah apa yang akan terjadi, akupun sudah berserah diri. 

Min ayna anta? Darimana kamu?” suara Ustadz pengawas ujian yang sangat kukenal menghadangku di depan pintu. Wajahnya lumayan menyeramkan.

Afwan ustadz, gholabatni naum. Saya ketiduran Ustadz” aku mencoba menampakkan raut muka penuh penyesalan, berharap mendapat ampunan dan memiliki sisa waktu untuk bisa mengerjakan ujian.

“Karena kamu terlambat maka tidak boleh masuk kelas, sana pergi ke masjid saja!” jawaban sang ustadz membuat tubuhku lemas seketika. Takut sekaligus panik. Aku adalah orang yang akan merasa sangat kecewa jika mendapat nilai buruk pada hasil ujian. Aku akan berusaha mati-matian agar nilaiku baik. Tapi bagaimana dengan keadaan kali ini? Aku tidak ingin kalah sebelum bertanding di meja ujian.

Afwan ustadz, saya mohon maaf. Tolong izinkan saya masuk kelas, saya berjanji tidak akan mengulanginya” entah berapa kali aku memohon maaf agar diizinkan masuk ruang ujian. 

Mataku mulai berkaca-kaca, aku sadari memang ini kelalaianku. Aku tetap berdiri sambil menundukkan kepala, berharap belas kasihan.

Idzhab ila al masjid! Cepat ke masjid”, perintahnya semakin sangar.

Ustadz pengawas tetap memintaku untuk pergi ke masjid. Permohonan maafku ternyata tidak mengubah keputusannya. Kutundukkan wajahku mencoba menahan air mata yang sedari tadi kutahan agar tak berhamburan keluar.

“Kamu tidak dengar saya bilang apa? Cepat ke masjid!” kalimat penekanan dari ustadz tersebut membuat pertahananku hancur. Sepertinya aku tidak memiliki harapan untuk menyelesaikan soal ujian pada jam ini. 

Aku menganggukkan kepala, mengucap salam, kemudian membalikkan badan dan pergi. Mengapa beliau begitu tega terhadapku? Apa sulitnya memberikanku izin memasuki ruangan? Ah, sudahlah ini semua salahku. Sambil mencoba bersabar dan mengusir pikiran buruk tadi, aku menuruni anak tangga walau berurai air mata. Aku berjalan gontai menuju masjid. Andai waktu bisa diputar kembali, aku tidak akan menghabiskan waktu istirahat dengan tidur dikamar. Ya Allah, mungkin kejadian ini untuk mengujiku apakah aku cukup kuat dan sabar. 

Akhi..”, lamunanku dibuyarkan oleh teriakan suara yang bersumber dari masjid. 
Aku memicingkan mata untuk memperjelas pandanganku. Dengan sigap kuusap air mata karena tak ingin tertangkap basah tengah menangis. Merasa dipanggil, aku melangkah lebih cepat.

Setelah berjarak beberapa meter dari masjid, baru kusadari seluruh santri kelas satu dan dua berada dimasjid untuk belajar. Aku tersenyum mengingat betapa konyolnya aku tadi. Aku baru ingat bahwa santri kelas satu dan dua memang tidak ada ujian di jam kedua, saat ini yang berada diruang ujian hanyalah kelas tiga sampai kelas lima. Kelas satu dan dua baru akan melaksanakan ujian di jam ketiga.

Seketika terlintas bayangan wajah ustadz pengawas tadi. Mungkin kini beliau puas menertawakanku. Aku tak mampu berfikir jernih saat itu. Aku tak bisa melupakan bagaimana galak dan seramnya ustadz tadi, padahal sehari -hari beliau dikenal sebagai sosok yang humoris.

 Aku belajar sabar dan ikhlas dari kekonyolan yang kualami, beliau sungguh lihai dalam berakting. Terima kasih untuk komedi hari ini, batinku.

Sungguh benar kata pepatah “Sabar itu bagaikan pohon jadam, yang pahit rasanya, namun buahnya lebih manis daripada madu. Kuasailah dirimu, jika amarahmu diuji. Serta bersabarlah, jika kau ditimpa musibah”.

الصبر كالصبر مر في مذاقته, لكن عواقبه احلى من العسل
كن حليما اذا بليت بغيظ, و صبروا اذا اتتك مصيبة

Seperti yang diwasiatkan Umar bin Khattab, “Sedekah yang paling baik adalah sabar”, pun jika kita mampu bersikap ikhlas, maka pada hakikatnya Allah akan memberikan lebih dari apa yang kita harapkan dan butuhkan. _arieNe guZeL_

Posting Komentar

0 Komentar