Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

'B'onus Perbaikan

Icha.doc


 Nahyez613-- Aku si manusia yang tak bisa betah berlama-lama berdiam diri, selalu banyak kegiatan yang membuat hari-hariku penuh kesibukan. Mulai dari kuliah, mengajar sebagai guru, sekaligus menjadi seorang staf di Balai Kesehatan.  Tapi itu semua tak membuatku terlena, apalagi untuk masalah kuliah. Aku memilih Program Studi Muammalat karena aku tertarik dengan berbagai masalah dalam dunia perekonomian, meskipun awalnya ayahku menyarankanku untuk mengambil Program Studi di Bidang Pendidikan. Namun aku sama sekali tak tertarik, tekadku bulat untuk memilih Muammalat ini.

Waktu Ujian Akhir Semester telah berlalu, waktunya menanti nilai. Seperti biasa ada istilah berlomba-lomba dalam kebaikan, dan kami selalu bersaing dalam kebaikan pencapaian nilai di mata kuliah yang kami ambil. Kartu Hasil Studi pun dibagikan, kertas merah muda yang selalu kami banggakan. Kawan-kawan terdekatku, Umu, Sakti, Iis, Mahtum, Isna saling berpandangan seolah mencoba menerka nilai satu sama lain.

" Cha, berapa nilai Manajemen Ekonomi Islam mu? " tanya Sakti yang sontak membuatku terpana.

"C" jawabku dengan raut wajah yang muram.

Kecewa? Ya tentu saja, karena aku merasa kehadiranku di pelajaran ini penuh seratus persen dan aku juga merasa telah menyelesaikan semua tugas dengan baik.  Perasaanku kesal sekali. Mungkin orang lain merasa biasa saja jika mendapatkan nilai C, tetapi tidak denganku.  Air mataku jatuh dan kini perasaanku kacau sekali. Kulipat kertas Hasil Studi, mencoba berpikir positif dan berharap ada hikmah dibalik semua ini.

Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan hal lain. Lagu Nasyid Edcoustic membawaku pada suasana hati yang berbeda ‘Nantikanku dibatas waktu…’. Lirik lagu yang membuatku berpikir siapakah seseorang yang akan menantiku nanti? Tiba-tiba terbersit dalam pikiranku

‘Hm.. bagaimana kalau suamiku kelak adalah dosenku sendiri.’

Lamunan yang mungkin menjadi sebuah doa.

Lamunanku terhenti saat dering telepon berbunyi, ternyata bagian Dewan Mahasiswa memberitahu bahwa aku diikutsertakan untuk menghadiri acara Wisuda.

"Maaf Bu, kenapa saya diikutsertakan? Saya kan tidak punya saudara yang wisuda."

Memang biasanya yang diundang adalah mereka yang mempunyai hubungan keluarga dengan para wisudawan atau wisudawati.

"Iya ukhti karena saat ini antum ada di semester 3 jadi kami ikut sertakan" Jawab ketua DEMA dan kami akhiri percakapan.

Wisuda adalah hal yang sangat sakral bagi kami, melihat wisudawan dan wisudawati begitu khidmat menjalani momen ini membuatku terbawa suasana. Aku tertegun, menatap bangga pada mereka dan  bertanya pada diriku sendiri kapan aku juga bisa berada disana. Orang lain menyambut saudara mereka yang wisuda di hari itu, sedangkan aku duduk sendiri terpaku memeluk tas ‘Ya Allah apa sebenarnya di balik ini semua, aku hadir di sini tanpa ada seorangpun yang kukenal’, batinku, dalam hati.

Hari - hari pun berlalu, saat ini aku duduk di semester 5. Aku dengan perasaan senang memulai kuliah kembali di awal semester ini. Semangatku pun membara, aku duduk di kelas bersama teman-teman. Tiba- tiba lewat seorang pria yang tak pernah kulihat sebelumnya.

"Eh tahu nggak, itu asisten dosen baru. Beliau mengajar di semester 1, katanya di mata kuliah Manajemen Ekonomi Islam" Kata Dheerant, temanku dengan semangat.

"Kamu mau ambil perbaikan nilai nggak? Mumpung assisten dosen yang mengajar." Sambungnya mengajakku.

Akupun teringat bahwa aku mendapatkan nilai C di akhir semester 2. Akhirnya aku dan Dheerant sepakat untuk mengikuti kelas sang asisten dosen, dengan harapan bahwa beliau akan lebih dermawan dalam memberikan nilai.

Hari pertama masuk di kelas asisten dosen tersebut kami memasuki ruangan mengikuti sesi perkuliahan. Kami duduk di belakang. Tiba-tiba ada suara menegur kami

" Siapa yang berbicara di belakang" beliau menegur.

Kaget bukan main, ternyata temanku Dheerant tengah mengobrol dengan temannya. Aku menyukai kedisiplinan beliau yang diterapkan kepada para mahasiswinya di kelas. Sepulang kuliah seperti biasa kami meminta file pelajaran kepada dosen. Kali ini temanku Dheerant menganjurkanku untuk minta kepadanya, karena Dheerant malu atas teguran tadi. Akupun mengiyakan, aku serahkan diska lepas milikku kepada beliau. Selalu begitu setiap selesai mata kuliah, aku menyerahkan diska  milikku lalu kuambil lagi beberapa jam kemudian.

Penilaian kami sebelumnya tentang asisten dosen yang kami pikir murah hati, ternyata tidak sesuai yang diharapkan. Sang asisten dosen satu ini memberi kami banyak tugas. Tetapi anehnya meskipun beliau memberiku setumpuk tugas aku merasa senang dan semangat dengan hal ini, karena mengingat semua usaha ini adalah untuk perbaikan nilai.

Malam ini adalah waktunya kami untuk mengawasi santriwati belajar. Telepon berdering menghentikan langkahku untuk sejenak. Ternyata temanku Isna mengajakku berangkat bersama. Entah bagaimana dinginnya malam membawa kami pada topik diskusi yang serius.

"Cha, ada yang menanyakanmu, dia menanyakan tentang statusmu, apakah kamu sudah ada yang meng-khitbah?" Tanya Isna dengan serius.

Pertanyaan itu membuatku terkejut.

"Belum ada yang meminangku saat ini."

Aku menjawabnya dengan jujur sambil bertanya-tanya siapakah yang meminta Isna menanyakan hal itu kepadaku. Sayangnya percakapan kami terpotong karena kami melanjutkan berkeliling mengawasi santriwati belajar malam.

Tanpa terasa perjuangan berat kuliah membuatku begitu menikmati liburan kali ini. Aku merasa senang karena setiap liburan kami berkesempatan untuk pulang kampung.  Namun terasa ada yang mengganjal dalam benakku, tentang siapa sebenarnya seseorang yang menanyakanku pada Isna. Liburan kali ini sangat singkat, aku harus mengikuti Studi Praktek Lapagan (SPL) di Surabaya.

"Pembimbing SPL kita tak bisa mendampingi, dan penggantinya adalah dosen yang lain." Kata Umu teman karibku. Kami sedikit kecewa, karena dosennya digantikan.

"Siapa penggantinya?" Kami kompak menanyakan.

" Nah ini yang akan membuat si Icha senang nih, siapa lagi kalau bukan dosen materi Manajemen Islam."

Semua mata tertuju padaku, mereka tersenyum menggodaku. Aku terkejut mendengarnya sambil tertawa seolah menanggapi candaan mereka, menutupi isi  hatiku yang sebenarnya masih terganggu dengan pertanyaan tentang sang penanya misterius.

Tanpa kami duga SPL berjalan lancar dan menyenangkan. Saat perpisahan dengan para pembimbing entah kenapa aku merasa ingin memandang sang asisten dosen tersebut dari jauh. Kini waktunya kami kembali ke kampus. Lega rasanya telah menuntaskannya.

Hari berlalu, semenjak SPL hubungan kami dengan sang asisten dosen menjadi akrab. Ternyata beliau orang yang sangat baik sekaligus karismatik. Saat ada beberapa hal yang ingin kutanyakan mengenai mata kuliah, kuberanikan diri untuk menuliskan email padanya. Sampai pada akhirnya kami pun mulai saling membalas email, berdiskusi tentang pelajaran layaknya dosen dan mahasiswi.  Sebenarnya saat itu aku ingin sekali bertanya mengenai nilai mata kuliahku yang semula C menjadi B, padahal aku merasa sudah berusaha sangat keras dan layak mendapatkan nilai A. Tetapi akhirnya aku urungkan niatku itu, karena memang ternyata nilai B adalah nilai maksimal setiap perbaikan pada waktu itu. Tak terlalu banyak yang kami bicarakan biasanya topik diskusi kami hanya sekitar pelajaran dan dinamika kehidupan pondok.

Setiap ada kesempatan aku pergi ke Computer Center untuk mengirim email padanya. Suatu saat aku mengetahui bahwa dia punya teman dekat yang sedang studi S2 di Jerman. Hal itu sontak membuatku agak minder dan semenjak itu aku tidak lagi pernah membalas emailnya, karena kekhawatiranku akan perasaanku yang muncul tiba-tiba berakhir terlalu jauh.

Suatu hari kakak kelasku memanggilku.

"Cha, tadi ada telepon. Kayaknya dosen kamu." kata kak Nana.

Kak Nana adalah seorang senior di kamar kami yang terkenal sangat disiplin dan ia sangat baik padaku. Aku bergegas pergi ke warung telepon, sambil bertanya-tanya siapa gerangan yang meneleponku. Namun, entah apa yang membuatku memberanikan diri meneleponnya, sang asisten dosen, padahal aku tak tahu apakah dia orangnya.

"Assalamu'alaikum, maaf ustadz bukunya belum selesai saya baca." Kataku karena memang aku sempat meminjam bukunya.

" Waalaikumussalm, hm... Saya menelpon bukan mau ambil buku. " Jawabnya.

 Yes’ dalam hati aku merasa senang karena tak salah duga dan memang dia orangnya yang menelepon tadi sore.

"Kamu sudah lama tidak membalas email saya, tolong segera balas ya, karena isinya super muhim." Serunya yang membuatku terkejut sekaligus senang.

Malam itu juga aku bergegas pergi ke Computer Center bersama Sakti kawan karibku. Aku membuka email dan ternyata memang benar ada satu email darinya. Kutarik nafas panjang dan saat aku membuka email tersebut jantungku serasa mau lepas karena begitu berdebar.

Tak panjang, singkat, sebuah email yang katanya sangat penting itu berisi

Assalamu'alaikum, Icha apa kabar? Semoga dalam keadaan sehat. Icha, aku mau serius dengan kamu’. Isi email yang membuat Sakti terkejut apalagi aku. Sakti dan aku saling pandang. Tak menjawab apa-apa aku hanya membalas dengan sebuah pesan singkat, ‘Waalaikumussalam, besok pagi jam 06.00 telepon saya’.  Aku sengaja tak membalas panjang lebar  karena aku ingin mendengarnya langsung.

Dan benar saja, di waktu yang aku tentukan dia meneleponku. Dengan senang hati aku menerimanya. Komunikasi selanjutnya kami lanjutkan via email seperti biasa.Kuliahku belum selesai, masih 1 semester lagi, tapi dia berniat melamarku dalam waktu dekat.  Akupun menyampaikan hal ini pada ayahku. Awalnya terjadi perdebatan karena kuliahku yang belum selesai dan usiaku yang baru 23 tahun. Namun setelah istikharah kedua orang tua, mereka akhirnya mengizinkan kami menikah tepat satu hari setelah ulang tahunku. Anganku bersuamikan dosen terkabul, padahal saat itu hanya sebatas angan anak remaja. Dan ternyata saat aku menghadiri acara wisuda 3 tahun lalu, hari  itu adalah wisudanya. Secara tidak langsung Allah menyuruhku untuk menghadiri wisuda calon imamku. Nilai mata kuliah Manajemen Ekonomi Islam yang awalnya C ternyata memiliki kisah yang membawa berkah, selain berubah menjadi B, yang berarti (B)onus suami dosen. Annisa Mustika Sa’adah

Posting Komentar

0 Komentar