Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Review Novel, " Semoga Bunda Disayang Allah" Tere Liye

 



Tuan HK keluarga kaya dan terpandang karna kebaikan dan kedermawanannya. Orangtua Melati sudah berusaha sekuat tenaga mengobatinya dengan dokter spesialis dan psikiater terbaik bahkan pernah didatangkan dari luar negri.

Hingga akhirnya kebiasaan Melati yang sering mudah marah pun terjadi. Dia menggigit jari salah satu dokter dari tim dokter ternama. Bahkan salah satu dokter pun berkata, "Anak ini tidak membutuhkan dokter, nyonya! Anak ini membutuhkan rumah sakit jiwa."

Kemudian terdengar pula teriakan-teriakan marah dan panik lainnya, bersahut sahutan. Keributan itu berakhir satu jam kemudian, setelah Melati lelah, menggerung seperti lokomotif kereta kehabisan solar dipojokan kamar. Tuan HK dan Bunda berkali-kali meminta maaf.

Bunda tidak terima kalau Melati dibilang gila, semua dokter menyarankan untuk memasukan Melati ke RSJ. Tetapi dokter Kinasih, dokter keluarga Tuan HK berkata, "Melati akan baik-baik saja Bun. Jika Bunda tetap yakin, maka ia pasti akan baik baik saja."

Lewat perantaraan Kinasih, Bunda dikenalkan dengan pemuda yang sangat mengenal anak-anak. Dulu dia sempat punya taman bacaan untuk anak-anak asuhnya, hingga semakin banyak cabang taman bacaannya di berapa daerah.

Pemuda itu bernama Karang, dia memang gemar membaca apa saja yg berkaitan dengan anak-anak. Dan anak-anak pun sangat mengenalnya dan menyayanginya. Hingga kejadian itu tiba, saat Karang dan anak-anak asuhnya mengadakan perjalanan ke pantai dan terjadi kecelakaan di sana yang mengakibatkan beberapa anak asuhnya tewas.

 Sejak itu, Karang selama bertahun-tahun sangat menyalahi dirinya sendiri. Marah pada dirinya sendiri, hingga dia larut dan yang dilakukan hanyalah menyendiri dan mabuk.

Bunda punya keyakinan yang kuat bahwa Melati akan baik-baik saja. Seperti yang sering terlihat dalam bunga tidurnya, melihat Melati menghampiri sambil memberikan secangkir jeruk panas untuknya. Mimpi itu seolah begitu nyata untuk Bunda.

Mendengar cerita Kinasih tentang Karang, Bunda pun berusaha untuk mengirim surat pada Karang untuk membantunya menangani Melati. Sudah beberapa surat tergeletak begitu saja di kamar Karang.

Hingga akhirnya Bunda pun menghampiri Karang dan meminta tolong langsung. Awalnya karang tidak mau, tapi ibu yg selama ini tinggal bersamanya mengatakan sesuatu yang membuatnya mau untuk mencoba membantu Bunda.

setelah sekian lama acuh dengan penampilannya, kali ini Karang kembali mau marawat dirinya menjadi lebih bersih dan rapih untuk pergi ke rumah Tuan HK. Kesan pertama melihat Melati, Karang langsung teringat gadis kecil yang ada di mimpinya selama ini. Gadis kecil yang berlari kecil di tepi pantai.

Dulu, tiga tahun yang lalu Melati sama seperti anak lainnya. Setelah kejadian itu, saat Melati masih berusia tiga tahun, masih lincah berlarian menyentuh bibir pantai, dan setelah berhasil menyentuhnya dia pun tertawa senang.

Sayang, saat dia berlarian dia terjatuh dan dahinya terbentur, sejak itulah terputus semua kesenangan. Seketika. Menghentikan seluruh tawa. Ternyata kejadian dalam mimpi Karang persis dengan apa yang terjadi dalam kehidupan Melati tiga tahun yang lalu.

Bunda lagi-lagi keliru. Melati sama sekali belum tidur. Seperti malam malam sebelumnya, ia memang sudah terbaring di atas ranjang, sudah lelap tampaknya. Tapi otaknya masih terjaga.

Melati menggerung pelan. Jemarinya mengetuk-ngetuk di bawah selimut. Ia aktif sekali sepanjang hari. Seperti ada energi raksasa yang tidak bisa kunjung dilepaskan. Bersemayam di otaknya. Rasa ingin tahu, rasa ingin segalanyayang sayangnya tidak pernah memiliki akses untuk keluar setelah bertahun-tahun.

Saat Karang melihat Melati sedang di meja makan dengan kebiasaannya memutar-mutar makanannya dengan tangan, jika pun dia marah maka akan menggerung dan melempar piringnya. Karang mengatakan, "Anak ini memang buta dan tuli, Tuan! Tapi bukan berarti ia tak berotak. Hanya binatang tidak berotaklah yang tidak memiliki adab makan. Mengaduk-ngaduk makanannya. Bahkan monyet terlatih pun bisa menggunakan sendok garpu!"

Dan sejak saat itu, Karang pun memutuskan untuk membantu Melati dengan caranya. Cara yang begitu tegas hingga Tuan HK pun sempat marah dan tersinggung dan mengusirnya dari rumahnya. Tapi Bunda berhasil meyakinkan suaminya untuk memberi kesempatan pada Karang. Dan Karang pun mau membantunya dengan segala kesepakatan yang ada.

Pertama-tama karang mengenalkan Melati menggunakan sendok dan garpu saat makan dengan begitu tegas. Sampai Melati pun marah melempar semuanya.

"Setiap kali kau protes, maka seseorang akan mengingatkan bahwa Tuhan Maha Adil, ya, Tuhan Maha Adil. Sebab kita terlalu bebal maka kitalah yang tidak tahu di mana letak keadilan-Nya, tidak tahu apa maksudnya. Kalau kita tidak pernah mengerti, itu jelas karena kita terlalu tolol, bukan berarti Tuhan tidak adil. Tuhan selalu benar," ujar Karang.

Karang tertunduk pelan, mendekap Melati. Dengan segala tindakannya yang begitu tegas terhadap Melati, Karang pun bergumam, "Ibu semua urusan ini sedikit pun belum terlihat ujung terangnya.”

Kalimat itu benar sekali, jika ingin menyembuhkan bisul, pecahkan saja sekalian! Sakit memang. Tapi cepat atau lambat bisul itu tetap akan pecah.

Banyak sekali orang-orang yang takut melakukannya. Berpikir terlalu panjang, berhitung terlalu rumit! Padahal setelah bisulnya pecah, malah berseru lega. Benar - benar omong kosong menyedihkan manusia yang setiap hari justru sombong atas kehebatan otaknya!

Sekuat tenaga Karang berusaha mambantu Melati bahkan sempat terusir lagi oleh Tuan HK karena ketahuan Karang mabuk di rumahnya. Sejak saat itu Karang berjanji tidak akan mabuk lagi dan akan terus membantu Melati.

Hampir saja Karang keluar dari rumahnya, tapi Bunda melihat Melati ada kemajuan. Bunda melihat Melati sedang duduk jongkok. Tangannya gemetar sekali memegang sendok. Sup jagung tumpah dimana-mana tapi ini untuk yang pertama kali dalam hidupnya, Melati makan menggunakan sendok.

Wajah menggemaskan itu dengan bekas iler di pipi sedang makan. Bunda jatuh terduduk. Menangis. Mendekap wajahnya penuh haru bahagia. "Mengenal sendok dan garpu merupakan kemajuan kecil nyonya" kata Karang.

Kemudian Karang menjelaskan strategi selanjutnya yaitu dengan mengosongkan lantai dua dari perabotan dan foto, sebab Melati akan mulai belajar dari awal untuk mengenal benda lainnya. Pertama, kursi untuk duduk dan kemudian melempar bola karet.

Tapi setelah tujuh belas hari belum ada kemajuan, akhirnya Karang pun pulang sebentar mengambil buku dan boneka panda milik Qintan (anak asuhnya dulu) yang sudah tewas dihantam ombak. Ketika itu ada satu buku tersenggol, judulnya, "Terapi Akupuntur untuk Syaraf".

Setelah boneka panda diberikan pada Melati, biasanya apa pun yang ia pegang selalu dilempar, tapi kali ini tidak. Melati memegang boneka panda dengan seksama sesekali menggerung lebih kencang. Bereaksi dengan benda yang tiba-tiba diletakkan di tangannya.  Matanya berputar lebih cepat. Meraba-raba boneka itu. Menyeringai. "Baaa..."

Tiga hari terakhir Karang mengumpulkan benda apa saja. Ia ingin Melati mengenali teksturnya, bentuknya. Memaksa Melati menyebut nama-namanya. Karang memaksa syaraf, panca indera, perasaan, apapun itu namanya yang masih tersisa di kepala dan seluruh tubuh Melati untuk bekerja keras.

Sayang, sejauh ini terlihat sia-sia. Setiap kali Melati melempar benda yang dipegangnya karang mendengus, "Caranya! Caranya!" Sudah berbagai macam cara hingga dengan api pun Melati belum juga bisa mengenali bagaimana cara berkomunikasi. Walaupun sudah mengenal benda sedikit.

Pagi itu gerimis membuat syahdu suasana. Melati menyendok makanan dengan takzim. Mata hitamnya berputar-putar, senang. Kepalanya mengangguk-angguk riang dengan suasana sekitarnya, termasuk meja dan kursi yang sudah dikenalinya.

Tiba -tiba tuan HK datang dan terjadi keributan antara tuan HK dan Karang, tanpa disadari Melati menghilang. Ternyata dia keluar terkena air hujan dan dia semakin bahagia ingin mengenali semuanya. "Jangan! Jangan dekat dekat nyonya," Karang yang sempat menatap wajah melati mendadak berseru. Sejuta voltase setrum listrik itu tiba-tiba menyambar kepalanya. Karang tiba-tiba tersungkur merasakan apa yang Melati rasakan. Saat itulah keajaiban Tuhan mampir di rumah Tuan HK.

Ketika telapak tangan Melati terjulur ke depan. Ketika air mancur membasuh lembut telapak tangannya. Mengalir ringan disela-sela jemarinya. Gelap itu mendadak digantikan tarian sejuta Aurora.

Melati sempurna tergugu. Ia tidak pernah melihat cahaya seindah ini. Cahaya bisa melihatnya. Tarian sejuta aurora termasuk cerita yang pernah Karang ceritakan pada Melati dan seolah Melati mendengarnya.

"Baa.. baa..." Melati menggerung pelan. Karang berusaha mendekati. Matanya basah. Dia menjadi saksi utuh atas keajaiban ini. Karang gemetar merengkuh tangan Melati yang satunya, yang tidak terjulur. Ia mengerti sudah caranya! Caranya itu! Telapak tangan Melati. Akhirnya sisa-sisa panca indera itu kembali.

Melalui telapak tangan Melati, air mancur yang mengalir lembut di tangan dan sela jari berhasil mencungkilnya. "A-I-R" Karang gemetar menulis huruf demi huruf itu di telapak tangan melati. "Baa-aa-aa," Melati menggerung pelan.

Kemampuan itu sudah tiba. Seluruh permukaan telapak tangan Melati bak merekah oleh simpul syaraf yang berjuta kali lebih sensitif dibandingkan siapa pun. Ada mata, telinga dan mulut melati disitu. Karang mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya. Berkata sekali lagi dengan suara bergetar, "A-i-r” dan "Baa-aa-aa..." Melati mendadak tersenyum riang.

Senyuman yang utuh setelah sekian lama terkukung oleh rasa frustasi. Ia mengerti sudah. Setelah tahu bagaimana caranya berkomunikasi, mengenal semuanya. Membuat Melati ingin tahu segalanya. Karang mencium rambut ikalnya sambil berbisik, "Terimakasih, Tuhan! Kau sungguh bermurah hati."

Setelah Bunda juga perlahan mulai bisa berkomunikasi dengan Melati, Karang pun pamit untuk pergi dari rumahnya. Melati pun marah mendengarnya, tapi lambat laun seperti biasa. Tiba-tiba gadis itu menggerung pelan, "Baaa, maaa... baaa..maaa." Sambil menyengir, memperlihatkan gigi kelincinya.

Bunda tertegun. Satu detik hingga lima detik. Meski pelan, jika kalian tahu artinya, gerungan itu sungguh membuncah hati. Ya Allah dulu Bunda selalu bermimpi putri semata wayangnya akan menyebutkan kalimat indah itu, malam ini nyata dan Bunda mendekap erat-erat tubuh malaikat kecilnya itu. Matanya berkaca menahan tangis haru. Baru saja Melati mengatakan, "Bunda met bobo juga...Moga Bunda disayang Allah."

Engkau sungguh bermurah hati. Engkau sungguh Maha Pemurah atas seluruh hidup dan kehidupan. Terimakasih ya Allah. <Laeli Tejal>

Posting Komentar

0 Komentar