Tidak butuh waktu lama aku telah sampai di depan kamar, suasana nampak mencurigakan, teras depan kamar terlihat begitu sepi dari biasanya, sandal masih berjajar rapi di tempatnya pertanda penghuninya belum meninggalkan tempatnya dan tidak ada yang lalu lalang untuk keluar masuk melalui pintu. Kuputuskan mengintip dari luar jendela ada apa gerangan yang tengah terjadi. Aku perhatikan dari kaca jendela terlihat sekitar tiga puluh anak duduk melingkar dan masih mengenakan mukena pertanda baru kembali dari masjid. Aku putuskan melangkah memasuki kamar, suasana begitu senyap.
“Assalamu alaikum,” kuucapkan
salam dengan penuh keraguan dan tanda tanya.
“Wa alaikum salam,” terdengar
jawaban beberapa anak secara serempak.
“Ta’ali huna! Ijlisi janibi,
anti ya Salwa!,”perintah seseorang yang sangat aku kenal. Dia adalah ketua
rayon kami, Ukhti Azizah. Aku bergegas mendatanginya dan memposisikan diri
duduk disampingnya.
“Nabda’ ijtima’ana fi hadzihi
Lailah biqiroati al basmalah!,” dari kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ukhti
Azizah, aku tahu bahwa perkumpulan ini baru saja dimulai dan aku rasa seperti menunggu
kehadiranku untuk dimulai.
“Tashilan li, wa tafhiman
lakum, antiqu indunisiyatan,” Ukhti Azizah memohon izin kepada anggota
kamar untuk menggunakan Bahasa tidak resmi, karena Bahasa resmi yang kami
gunakan adalah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
“Tadi sore ada banyak laporan ditemukan
beberapa anak dikamar ini kehilangan uang. sebelum kami melapor kepada keamanan
pusat untuk dilanjutkan ke kantor pengasuhan, mohon ada pengakuan malam ini
agar ada dispensasi yang sekiranya bisa membantu,” mendengar ucapan Ukhti Azizah
hatiku berdesir, setiap mata yang ada diruangan itu saling pandang, mencoba
menerka siapa pelakunya. Suasan menjadi hening seketika, dan beberapa anak
berbisik satu sama lain.
“Afwan, menurut laporan dari salah satu santri ke saya tempo hari, dompetnya ditemukan di lemari Salwa,” ucap salah seorang pengurus bagian keamanan di rayon tersebut. Mendengar pernyataannya nafasku serasa terhenti, hatiku bergetar, aku menelan ludah tidak percaya.
Ini fitnah, mataku berkaca-kaca, sontak aku tidak mampu membendung air
mata yang tumpah begitu saja. Pikiranku kalut dan perasaanku campur aduk,
antara takut, tidak percaya, tidak masuk akal. Ukhti azizah menepuk pundakku,
aku sandarkan kepala di bahunya aku terisak dan nafasku tersenggal-senggal,
bagaimana bisa mereka menuduhku sebagai pelaku. Semua mata mengarah kepadaku
dengan tatapan jijik dan hina.
“Salwa, mengaku saja!,” bisik Ukhti
azizah kepadaku. Aku enggan menatap wajahnya. Bagaimana mungkin sebagai seorang
ketua rayon yang aku anggap paling bijaksana namun begitu mudahnya menjatuhkan
tuduhan kepadaku yang memang tidak melakukanya. Air mataku semakin berderai.
Tubuhku lunglai.
“Aku tidak ambil uang siapapun
ukhti,”tangisku pun pecah, aku mencoba membela diri.
“Aku lihat kamu kemarin buka
lemari Zahra,”celetuk salah seorang teman sekamar namun berbeda Angkatan
denganku semakin membuat hatiku perih. Seingatku, kemarin aku banyak
menghabiskan waktu diperpustakaan, aku kembali ke kamar hanya untuk mandi dan
bersiap ke masjid. Seketika aku terbayang wajah ibu dan ayah. Bagaimana jika
aku sampai dikeluarkan dari pesantren ini. Ibu dan Ayah pastilah sangat hancur
mendapati laporan bahwa putrinya telah mengambil hak orang lain, padahal bukan seperti
itu yang terjadi.
Pikiranku kacau tidak menentu, kubenamkan
wajahku diperaduan. Telah banyak bukti yang dilontarkan, namun sungguh aku
benar-benar tidak melakukan. Aku rasakan keheningan dikamar yang biasanya aku
temui banyak keceriaan. Malam ini, hanya isak tangisku yang terdengar.
“Ya Robb… cobaan apa yang
Kau timpakan kepadaku?,”aku mencoba beristighfar dalam hati. Aku berserah diri
pada-Mu entah apa yang akan terjadi padaku.
“Haha…hahaa….hahahaa….”, seketika
terdengar suara riuh tawa serempak. Perasaanku semakin tak menetu. Kugilir
pandangan kesetiap wajah yang ada diruangan kamar tersebut.
“Miladuki said ya Salwa”,
ucap Ukhti Azizah bersamaan dengan seluruh anggota kamar kepadaku. Aku merutuki kejadian malam ini. Ternyata
hanyalah sendau gurau belaka yang sengaja mereka rencanakan untuk menyambut hari
ulang tahunku. Aku tak habis pikir, bagaimana jika hal ini ketahuan oleh
ustadzah bagian pengasuhan ataupun pengajaran, bisa habis mereka dilumat
hukuman. Ah, benar-baner menyita waktu belajar. Aku sendiri tidak ingat jika esok
adalah hari ulang tahunku. Ada perasaan lega di dadaku karena tuduhan itu
hanyalah sandiwara dan kebohongan belaka. Tapi tetap saja aku tidak terima
dengan perlakuan mereka.
…
…
Pukul sepuluh malam bel
berdentang waktu Muwajjah telai usai, pertanda kami harus Kembali ke
kamar untuk melakukan absen malam. Aku dan salah seorang temanku berniat untuk
melanjutkan belajar di masjid seusai pengabsenan. Kususuri koridor kelas, sebagian
besar ruang kelas sudah mulai kosong, tidak sedikit pula para santri yang
tertidur di meja kelas menunggu dibangunkan oleh bagian keamanan pusat yang
bertugas keliling pada malam itu.
“Antadziruki amama mantiqoh”,
aku membuat janji dengan temanku untuk bertemu di depan rayon guna melanjutkan
belajar malam. Kami biasa menutup rutinitas belajar malam dengan shalat
tahajud. Maka tempat yang paling tepat untuk melanjutkan belajar adalah Masjid.
Aku ingin Kembali ke kamar
berniat mengganti buku pelajaran, masih dengan senyum getir mengingat kejadian selepas
isya’ barusan. Aku melangkah menaiki tangga, menyimpan sandal di kotak sandal
yang telah disediakan lalu memasuki kamar dengan mengucap salam. Sesampainya di
depan lemari, Sontak mataku terbelalak tidak percaya dengan pandangan yang ada
dihadapanku. Menelan ludah dengan rasa kecewa teramat mendalam. Seakan tak
percaya bahwa ini adalah kenyataan. Mengapa aku tidak mengunci pintu lemari
sebelum meninggalkan kamar. Mulutku komat kamit memberikan Sumpah serapah
kepada para pelakunya yang jelas bukan anak-anak anggota kamar.
Seluruh isi lemari tumpah ruah
keluar. Baju-baju yang sangat aku kenal menggantung disetiap sudut ruangan.
Buku-buku yang aku susun rapi tidak lagi menempati posisinya dengan aman.
Ketika aku memungut salah satu gamis, aku temukan bedak bercampur deterjen yang
menempel pada serat pakaian. Belum lagi ada sebuah kotak besar di dalam lemari,
terletak ditengah-tengah buku yang berserakan, kuamati ada sebuah pergerakan
yang lambat. Dengan kewaspadaan tinggi aku mulai mendekat dan perlahan membuka
tutup kotak tersebut.
Ternyata isinya membuatku serasa
ingin memuntahkan seluruh isi perut, para bekicot yang masih hidup menggeliat
tak beraturan tumpang tindih. Bekicot yang berjumlah kurang lebih hampir tiga
puluh ekor mulai mengambil Langkah bertebaran di dalam lemari yang kini lebih
tepat disebut sebagai sarang bianatang. Aku tidak habis pikir bagaimana para
pelakunya mengumpulkan sedemikian banyak binatang menjijikan tersebut.
Dibawahnya kutemukan kertas bertuliskan, “sanah helwah Salwa..”.
“Perayaan macam apa ini”, aku
membatin dengan gemuruh kekesalan yang tak terdera. Jika dilihat dari segi
manfaatnya sama sekali tidak kutemukan. Mereka benar-benar merusak hariku.
Mereka melakukan tradisi bodoh yang dilakukan secara turun temurun. Bukankah di dalam Islam tidak pernah
ada perayaan untuk memperingati hari kelahiran.
Perayaan hari ulang tahun telah
menjadi hal yang lumrah dan wajar bagi setiap manusia dimuka bumi ini, baik di
sekolah, kantor, rumah, Lembaga organisasi dan lain sebagainya. Tidak terlepas
yang merayakan muslim ataupun non muslim tetap saja perayaan ulang tahun
menjadi sebuah budaya yang pada akhirnya menjadi kewajiban untuk dilakukan. Masyarakat
dewasa ini tidak menyadari adanya pergeseran dalam memahami syariat agama.
Banyak perkara yang mereka anggap remeh dan ringan.
Perayaan ulang tahun yang
dirayakan dengan balutan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT,
itu merupakan bid’ah. Ataupun perayaan ulang tahun hanya untuk mencari kesenangan
belaka-pun tidak pernah dibenarkan dalam ajaran Islam. Perkara ini tidak pernah
dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah SAW dan sahabatnya.
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد
"Barang siapa mengada-adakan suatu perkara baru dalam urusan agama, yang tidak ada asal
usulnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR Bukhori no.2697 dan Muslim no.
1718)
Aku mulai merapikan satu persatu barang-barang yang berserakan dengan kekesalan mendalam. Cara menghentikan perbuatan seperti ini hanya dengan memutus mata rantai tradisi yang telah mandarah daging. Tidak akan aku biarkan para pelakunya melenggang dengan santai tanpa rasa bersalah. Aku berniat melaporkan mereka kepada yang berwajib, agar mereka merasakan ke-angkeran kantor pengasuhan yang dibangun dengan haibah atau wibawa sebagai Lembaga keadilan di pesantren ini. Sesekali memberikan mereka pelajaran dan menghabisi dengan hukuman dari pengasuhan tidaklah terlalu kejam, pikirku. Ariene guzeL
2 Komentar
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
BalasHapusdimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
add Whatshapp : +85515373217 x-)